Jumat, 24 Desember 2010

Pancasila itu...

Penulis : Adriansyah (Presiden BEM-J Sosiologi)

Pancasila merupakan ideology bangsa yang telah dirumuskan oleh para founding father, beberapa ahli sejarah berpendapat Bung Karno adalah penggali Pancasila, namun tetap saja kita tidak boleh mengkultuskan satu individu saja.

Peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 seharusnya lebih memusatkan perhatian tentang penerapan ideology pada semua bidang kehidupan bangsa. Pancasila adalah ideology paling tepat buat bangsa kita. Pancasila memberikan tempat kepada semua agama, golongan dan suku bangsa. Bila mau memilih ideology lain, pasti bertentangan dengan ideology lain.

Dalam pidatonya, bung Karno mengungkap tentang NASAKOM (Nasionalis, Agama,dan Kom). Banyak yang berpendapat bahwa Kom adalah komunis, tapi beliau menegaskan saya bukan komunis, tapi Kom dalam arti sempit adalah Marxisme atau sosialisme. Beliau juga megatakan “ Pancasila juga untuk Kom, dan jangan mengaku anak cucu bung Karno kalau tidak kiri(sosialis).

Dalam sejarah seringkali terjadi manipulasi, banyak yang mengatakan bung Karno sebagai komunis dan pembodohan itu berlangsung selama bertahun-tahun. Padahal NASAKOM dan Pancasila adalah suatu bentuk keinginan para founding father untuk menyatukan keragaman budaya dan ideology bangsa.

Pernah muncul suatu fenomena dimana KH. Hasyim Asy’ari yang bekerjasama dengan Bung Tomo seorang sosialis dan nasionalis sekuler untuk mengusir Belanda. Ini adalah fenomena yang jarang bahkan hampir tidak ada kita temukan di negara lain.

Salah satu ideology yang menurut saya menambah martabat bangsa, yaitu BERDIKARI (Berdiri Diatas Kaki Sendiri). Ideology ini membuat Soekarno berani mengatakan pada Amerika kata-kata Go To Hell With Your Aid persetan dengan bantuanmu, dan dengan kaca mata hitamnya beliau berbicara di PBB, “Indonesia Negara besar, jadi kami tidak butuh PBB.” Namun, sayangnya ideology BERDIKARI justru menitis pada tokoh seperti Ahmadinejad, Evo Morales, Moamar Khadafie dan Hugo Chaves yang mencanangkangkan kemandirian ekonomi. Yang perlu ditanyakan, kenapa tidak turun ke anak biologisnya Bung Karno ?

Kita masih ingat ketika presiden RI ke dua yang membuka pasar bagi para pemodal asing di Indonesia, terjadi peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) tahun 1974. Dimana 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 ditahan, 807 mobil dan 187 motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak, 160 kg emas hilang di beberapa toko emas. Ini suatu pertanda rakyat tidak setuju kalau orang asing mendominasi perekonomian.

Apalagi pak mantan presiden ke dua, ketika menandatangani bantuan IMF, justru imbasnya terbawa sampai sekarang. Menurut Anhar Gonggong, setiap Negara yang dapat bantuan dari IMF tidak akan pernah maju, contohnya saja Negara-negara Amerika Latin.

Ketika pak SBY Presidenku mengikuti KTT Non Blok, bergabung dengan Ahmadinejad, Moamar Khadafie, Morales, Chaves beliau melihat  para pemimpin Negara itu sangat kasar kepada Amerika dan Israel, sehingga banyak politisi yang menyuruh pak SBY presidenku untuk meniru mereka, tapi pak SBY berkata “saya punya karakter dan jati diri sendiri."

"pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya"(al-mawardi), Kalo pemimpinnya punya semangat nasionalisme yang tinggi, maka hasilnya proklamasi 17 Agustus 1945, tapi klo pemimpinya hanya punya semangat internasionalisme, maka hasilnya neo liberal, liberalisasi pendidikan, budaya hedonisme dan konsumtik. Wajar saja kalau ada acara “Bule Gila” banyak yang tertawa melihat bule jualan gorengan, mungkin mereka berasumsi orang pribumi yang lebih pantas. Apakah para pemuda bangsa masih bisa kritis dengan ideology bangsa di Negara kita ? Atau terbawa westernisasi dan apa saja yang penting mirip bule.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar