ditulis oleh Taufik Mulyadi
Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional Semester 7; Alumni International Youth Ledership Camp Sydney Australia 2008
Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional Semester 7; Alumni International Youth Ledership Camp Sydney Australia 2008
Tanggal 19 Agustus 2010 lalu merupakan hari jadi Kementerian Luar Negeri yang ke 65. di usianya yang terus bertambah ini, tantangan bagi politik luar negeri dan diplomasi Indonesia juga senakin bertambah berat. Hal ini merupakan momentum penting bagi Kementerian Luar Negeri untuk mengevaluasi diri dan terus meningkatkan kinerjanya dalam memantapkan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia 2010 .
Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba mengkritisi kebijakan kebijakan yang selama ini teah diambil oleh kementerian luar negeri, termasuk mengkritisi sikap dan posisi indonesia terhadap isu isu internasional yang menyangkut kepentingan nasional republik indonesdia. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam menhukur kinerja suatu kementerian atau instansi pemerintah banyak sekali angel / Sudut pandang yang digunakan dalam dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu instansi. .Namun dalam hal ini penulis akan mencoba melihat dari sisi akademis secara lebih objektif dan mengacu pada fakta dan realita yang ada.
Ada beberapa hal yang ingin penulis kritisi, yaitu:
1. Politk luar negeri dan diplomasi Indonesia cenderung lebih reaktif , tidak bersifat preventif, hanya bersifat sporadis dan tidak melihat jauh kedepan (visioner). Beberapa kebijakan yang cenderung dinilai sangat reaktif adalah tentang cultural diplomacy.beberapa tahun belakangan ini banyak terjadi claim kebudayaan dari negara negara tetangga yang memasukkan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari national image mereka.
Dengan serta merta sejak saat itu Kementerian Luar Negeri barulah gencar melakukan cultural diplomacy di perwakilan RI di seluruh dunia sebagai bagian dari fungsi perwakilan yaitu promoting( melakukan promosi). Selain itu, kebijakan untuk mematenkan beberapa kebudayaan indonesia ke UNESCO ( seperti batik yang sudah dipatenkan d UNESCO) juga dianggap sebagai kebijakan yang sangat reaktif. Memang bahwa kebudayaan tidak hanya harus dipatenkan , tapi juga harus dilestarikan oleh warganya sendiri. Namun kebijakan kebijkan Kemlu diatas rupanya dianggap kurang sejalan dengan prinsip poltik luar negeri indonesia yang bebas aktif , bukan reaktif atau sporadis
2. Takeline dari Menteri Luar Negeri yaitu Millions Of Friends And Zero Enemy mengindikasikan bahwa selama ini memang Polugri bersifat pragmatis, selalu cari aman dan tidak mau ambil resiko. Sebagai bangsa besar& sesuai dengan visi Polugri seperti yang diamnatkan Presiden RI bahwa Indonesia harus menjadi negara yang disegani didunia. Dalam hal ini, mau tidak mau Indonesia harus mengimplementasikan Polugri yang tegas, lugas, dan harus berani mengambil resiko.
Beberapa contoh kasus lagi lagi dengan negeri tetangga. Kasus Ambalat yang sudah berulang kali terjadi, penyiksaan TKI, dan terakhir adalah tentang penangkapan petugas Departemen Kelautan dan Perikanan oleh tetntara diraja malaysia. Dari beberapa kasusu diatas, banyak pihak ( dari Komisi I DPR, LSM dan akademisi , pers serta mahasiswa) yang merasa geram dan menyayangkan sikap pemerintah (khsusunya Kemlu) yang dianggap tidak tegas dalam menghadapi kasus kasus tersebut. Kasus lain yang menimbulkan kontroversi adalah posisi Indonesia sebagai non permanent member di Dewan Kemanan PBB yang mengambil posisi abstain dalam resolusi nuklir Iran, sehingga menyebabakan DPR melakukan hak interpelasi.
Meski Indonesia tidak menggunakan hardpower dalam Polugri nya, namun seharusnya indonesia mempunyai sikap tegas dan konkret, tidak ambigu dan klise yang penuh dengan pertimbangan dalam membawa kepentingan nasional nya dalam pergaulan internasional.
3.Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) tahun 2009 melaporkan bahwa Kementerian Luar Negeri merupakan salah satu Kementerian yang dinilai tidak efisisen dan akuntabel dalam penggunaan anggrannya. Salah satu kasus yang terjadi adalah kasus korupsi tiket perjalan dinas Diplomat ke Luar negeri yang diklaim merugikan negara +- 5 mulyar. Dan yang paling memeprihatinkan adalah kasus ini juga melibatakan petinggi Kementerian Luar Negeri yaitu Sekjen Kemlu saat itu. Selain itu juga terjadi korupsi di beberapa KBRI seperti korupsi renovasi KBRI Singapura dan KBRI Bangkok, Thailand. Hal diatas menjadi tantangan berat bagi Menlu Marty untuk terus melakukan proses “Benah Diri “ seperti yang telah dicanangkan oleh pendahulunya Dr. Hassan Wirajuda.
4.Redefinisi politik luar negeri bebas aktif indonesia. Selama ini in donesia memang cukup aktif dalam pelaksanaan Polugri nya, seperti selalu aktif dalam forum forum dan organisasi organisasi internasional. Namun indonesia juga mengkalkulasi kembali cost and benefit dari keikusertaan nya dalam Organisai Internasional. Hampir semua oganisasi internasional diikuti indonesia dan tentu itu membutuhkanCost yang cukup besar, sehingga indonesia harus mendapatkan benefit yang setara dalam keikutsertaannya tersebut. Karena faktanya, indonesia terkesan hanya aktif ikut dalam OI, tanpa mampu mengambil benefit yang maksimal bagi kepentingan nasional Indonesia
5.membumikan diplomat indonesia ( down to earth) . Hal-hal diatas perrnah saya sampaikan kepada salah satu pejabat esselon II Kemlu d sebuah seminar, namun sayangnya semua hal diatas ditampik, (bahkan penulis dianggap menjelek-jelekkan bangsa sendiri) .Ironis memang, tetapi bukannya penulis tidak mengapresiasi prestasi anak bangsa sendiri, tetapi satu hal yang menjadi kunci suskes sebuah bangsa adalah mau melakukan otokritik( kritik terhadap diri sendiri). Karena faktanya , kehidupan diplomat yang lama tinggal di luar negeri membuatnya sulit untuk mendapat sorotan dari pers ataupun civil society(Akademisi, LSM & mahasiswa)
Selain itu, adigium yang melekat pada diri sorang diplomat dengan 3L yaituAlkohoL, ProtokoL dan KolestroL serta kehidupan glamour dan mewah di luar negeri dengan imunitas / kekebalan diplomatik serta berbagai fasilitas dan keistimewaan diplomatik ( Diplomatic Privillages, facilities and immunities)plus penghasilan yang mencapai ribuan dollar Amerika per bulan ( jauh melebihi gaji PNS di departemen lain) sedikit banyak telah membuat para diplomat sulit untuk merasakan kondidi real masyarakat (grass root) di dalam negerinya sendiri. Sebagai contoh kasus yang palin sering kita temui, bahwa beberapa perwakilan kita di negara negara penerima TKI cenderung kurang aktif dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada para TKI kita di Luar Negeri.
Padahal mereka adalah para pahlawan Devisa yang harus dilindungi dan dilayani dengan baik. Bagaimanapun juga status seorang diplomat adalah sebagai PNS dan abdi negara yang gaji nya dibiayai rakyat, sehingga totalitas seorang diplomat harus sepenuhnya diabdikan pada bangsa dan negara.
Dari semua yang sudah dipaparkan diatas merupakan Pekerjaan rumah yang cukup berat bagi Menlu Marty Natalegawa untuk terus meningkatkan dan memantapkan Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia 2010. Dan d usianya yang ke 65 ini merupakan momentum yang tepat sesuai dengan semangat reformasi dan demokratisasi Indonesia yang mengacu pada Good Governance dan Clean Government.
Kedepan , seiring dengan semakin dinamis dan kompleks nya tantangan global, maka diharapkan partsispasi aktif seluruh elemen bangsa termasuk akademisi , pers, dan mahasiswa untuk terus mengawal dan mengkritisi posisi dan kebijakan indonesia serta politik luar negeri dan diplomasi berdasarkan kepentingan nasional Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar