Sabtu, 04 Desember 2010

Untukmu Noviar Nurdiansyah


karya M. Habib Akbar (Mahasiswa Hubungan Internasional semester 7)


Dan nafas panjangmu telah diambilNya,
ramah sapamu telah direngkuhNya,
juga tawa riangmu telah bersemayam di sisiNya
Dan kenangan akan riangmu jadi teman dlm kejenuhan kami
kejenuhan akan sosok muda dan ceria yg takkan mungkin lagi ada
Selamat jalan Noviar Nurdiansyah,sbg kawan,kekasih,kakak yg penyayang dan anak yg menjadi kebanggaan orang tua,
my beloved friend, semoga Allah menempatkanmu ditempat yg penuh kebaikan
layaknya kebaikan yg terpancar dari caramu memuliakan orang-orang yg kau sayang
Untukmu temanku Noviar Nurdiansyah 07-11-10

Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Menlu Marty Natelegawa di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

Ditulis oleh : Ebes (Mahasiswa Hubungan Internasional Semester 5)

Sekilas Tentang Dr. Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa, M.Phil, B.Sc
         
          Dr. Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa, M.Phil, B.Sc dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Maret 1963. Ia telah banyak mengetahui dunia internasional sejak umurnya masih 9 tahun. Setelah lulus dari SD Kris Jakarta, ia disekolahkan di Singapore International School, Singapura pada tahun 1974, namun pindah ke Ellesmere College dan Concord College, Inggris pada tahun 1981. Ia meraih gelar B.Sc di bidang hubungan internasional di London School of Economics and Political ScienceUniversity of London pada tahun 1984. Kemudian meraih Master of Philosophy in International RelationsCorpus Christi College, Cambridge University tahun 1985. Ia juga meraih gelar Doctor on Philosophy in International Relations dari Australian National University, Australia pada 1993.

“A Thousand Friends and Zero Enemies”
          “A Thousand Friends and Zero Enemies” merupakan jargon yang mulai dikenal pada pernyataan pers tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc. Menurut Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc, Indonesia pada tahun-tahun mendatang menjanjikan banyak potensi bagi penguatan posisi di dunia internasional, pada masa tersebut merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mendulang deviden demokratik (democratic deviden). Menurutnya, Bangsa yang mampu memperkuat kontribusinya bagi kawasan terdekatnya, Asia Tenggara, dan, pada saat yang sama, terus meningkatkan kepentingan dan kepedulian globalnya. Oleh karena itu Indonesia harus mampu mewujudkan visinya untuk memiliki seribu sahabat tanpa musuh (“A Thousand Friends and Zero Enemies”).

Masalah-Masalah yang Dihadapi

          Banyak masalah-masalah yang terjadi pada masa kepemimpinan Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. Seperti, masalah klaim budaya oleh Malaysia, pasir laut dengan Singapura, imigran gelap dengan Australia, kedaulatan dan harga diri bangsa yang dilecehkan sampai masalah RMS di Belanda. Dalam menanggapi masalah-masalah tersebut ia berpendapat Indonesia yang kini merupakan salah satu negara demokrasi besar di dunia harus menghadapi dengan kepala dingin, dengan menunjukkan Indonesia sebagai bangsa yang santun dan bersahabat. Tapi seringkali pendapat tersebut disalah artikan oleh sebagian masyarakat yang menganggapnya sebagai kebijakan yang “Lembek”. Ia dianggap “Lembek” dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi Indonesia di dunia internasional saat ini. Padahal sesuai visinya yang menjadikan Indonesia “A Thousand Friends and Zero Enemies”, Indonesia bisa menghadapi masalah-masalah tersebut tanpa tindakan provokasi terhadap negara lain.

FISIP Bisa Menjadi Fakultas Andalan di UIN

Ditulis oleh Nanang Syaikhu 
Jumat, 28 Agustus 2009 19:35 

Rektor Prof Dr Komaruddin Hidayat atas nama Menteri Agama secara resmi melantik Prof Dr Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Auditorium Utama, Kamis (27/8). Pelantikan dihadiri sejumlah pejabat UIN serta undangan lain.

FISIP UIN diluncurkan pada akhir Juni lalu di Auditorium Utama bersamaan dengan pengukuhan Prof Dr Bahtiar Effendy sebagai guru besar bidang Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Fakultas kesebelas di UIN ini mengasuh tiga program studi, yakni Hubungan Internasional, Ilmu Politik, dan Sosiologi.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang fakultas baru tersebut, Nanang Syaikhu dari UIN Online mewawancarai doktor ilmu politik lulusan Ohio State Univesity Colombus itu seusai pelantikan. Petikannya:

Anda kini menjadi Dekan FISIP. Apa saja program kerja yang akan dilakukan dan dikembangkan dalam waktu dekat ini?
Untuk sementara ini kita tidak ingin melakukan yang muluk-muluk dahulu. Yang akan kita lakukan adalah bagaimana meletakkan dasar-dasar pengembangan fakultas yang baru berdiri ini. Apalagi kita juga baru memiliki tiga program studi (prodi), yakni Ilmu Politik, Sosiologi, dan Hubungan Internasional.


Prodi Kesejahteraan Sosial bagaimana?
Prodi Kesejahteraan Sosial belum kita lakukan. Kita akan mantapkan dahulu baik dari segi kurikulum maupun tenaga-tenaga pengajarnya serta bagaimana mata kuliah yang ada dijalankan. Di FISIP ini kan lebih banyak mata kuliah umumnya sehingga perlu penyesuaian di sana-sini. Baru setelah itu kita akan melangkah lebih jauh, apakah akan ada prodi-prodi lain yang dibuka. Selain itu, juga bagaimana pembinaan mahasiswanya, insfrastruktur, perpustakaan, laboratorium komputer, dan sebagainya. Laboratorium komputer ini penting karena dalam ilmu politik dan sosial itu banyak berkaitan dengan angka-angka dan statistik. Jadi kita akan jalan pelan-pelan dengan modal yang ada saat ini. Kita jalan dari awal dan dengan prodi-prodi yang sudah ada sebelumnya di fakultas lain.

Sebagaimana fakultas lain di UIN Jakarta, apakah FISIP juga memiliki distingsi tersendiri?
Ya, yang membedakan FISIP UIN dengan dengan FISIP di universitas lain adalah mengenai dasar-dasar Islamnya. Pelajaran-pelajaran dasar mengenai keislaman akan diberikan lebih dahulu dan dengan dasar itu kita kembangkan pohon-pohon ilmu sosial dan ilmu politik, sehingga tidak ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Jadi itu yang menjadi salah satu kelebihan FISIP UIN.


Apakah secara substanstif FISIP juga akan menguatkan segi-segi etika berpolitik?
O tidak. Kita kan hanya mengelola program S1, jadi dalam kurikulum diberikan muatan yang sama seperti FISIP di universitas-universitas lain. Ada yang menjadi pelajaran inti dan konsentrasi. Mudah-mudahan hal itu akan membantu mahasiswa dan menjadi pilihannya.

Termasuk dalam ilmu sosial?
Ya semua sama saja. Kita akan memberikan sebuah prodi yang standar dan beberapa mata kuliah yang diperlukan atau relevan. Dengan begitu kita berharap lulusan FISIP UIN akan menjadi sarjana politik dan sosial yang bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam FISIP ada ranah politik dan sosial, apakah akan ada penguatan di salah satunya?
Dua-duanya akan menjadi perhatian, karena dua hal itu saling berkaitan. Bahkan cabang-cabang ilmu lain seperti antropologi juga mungkin bisa dimasukkan ke dalam FISIP. Jadi baik ilmu politik maupun ilmu sosial keduanya akan kita perhatikan bersama dan tidak ada yang dianakemaskan.

Soal nomenklatur prodi bagaimana, apakah tetap atau akan ada perubahan?
Ya semua akan direncanakan. Prodi Pemikiran Politik Islam (PPI) yang semula berada di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) akan menjadi dasar prodi Ilmu Politik dan Sosiologi Agama akan menjadi Sosiologi. Tetapi kalau prodi Hubungan Internasional sudah jelas sehingga tak dipersoalkan lagi.


Berarti dengan nomenklatur baru itu isinya pun baru?
Ketiga prodi yang ada kan sudah berjalan. Yang penting sekarang kita mengordinasikan tiga prodi tersebut dan kemudian mengusahakan asas legal hukumnya. Asas legal hukum itu misalnya menegaskan bahwa prodi Pemikiran Politik Islam namanya sekarang Ilmu Politik, prodi Sosiologi Agama sekarang menjadi Sosiologi. Jadi di samping nomenklatur lama akan hilang, isinya pun baru.

O ya bagaimana dengan tenaga pengajarnya?
Secara khusus SDM internal kita masih kurang. Tapi kita punya modal yang cukup. Banyak juga dari luar yang akan membantu, jadi saya kira akan mudah mengembangkannya. Di samping itu kita punya program sendiri, misalnya kita akan mendorong mereka untuk memperoleh kesempatan melanjutkan studi program S3 di dalam dan di luar negeri. Orang-orang lain kita bantu memperoleh beasiswa masak orang dalam UIN sendiri tidak bisa. Jadi saya tidak risau. Meskipun SDM kita belum cukup tapi modal dasarnya sudah ada.

Sebagai fakultas yang baru berdiri, FISIP tentu masih membutuhkan penopang, misalnya fakultas pembina.
FISIP UIN sementara ini tak ada fakultas yang menjadi pembina baik dari UI maupun univesitas lain. Berbeda dengan FKIK karena modal dasarnya waktu itu nggak punya. Artinya FKIK benar-benar dari awal sehingga masih membutuhkan fakultas pembina seperti bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran UI. Tapi untuk FISIP tidak ada.

Rencana kerja sama dengan lembaga lain?
Banyak. Saya Oktober mendatang akan ke Amerika atas biaya The Asia Foundation dan Kedubes AS. Di AS saya akan melihat-lihat kembali prodi politik dan sosial di sejumlah universitas yang mengelola program S1, misalnya mata kuliah apa saja dan buku-buku yang dipakainya apa saja. Setelah itu mungkin ada bentuk kerja sama yang bisa kita bangun.

Dalam waktu dekat ada?
Sementara ini belum ada. Sebab, selama enam bulan ini saya akan berkonsentrasi lebih dahulu kepada pembehahan di dalam. Jadi akan memperkuat kelembagaan dahulu. Mungkin setelah berjalan satu atau dua semester baru kita akan mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga di luar negeri.

Lantas apa harapan Anda dengan berdirinya FISIP di UIN?
Mudahan-mudahan FISIP ini bisa menjadi fakultas andalan di UIN. Saya yakin betul itu, apalagi kalu kita lihat dalam empat sampai lima tahun terakhir ini banyak sekali persoalan politik yang melibatkan orang-orang UIN, seperti saya sendiri, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, atau Saiful Mujani.

Maksudnya tetap “pede”, begitu?
Betul. Kita sudah bisa. Bahkan tanpa FISIP pun kita sudah masuk di ranah politik seperti itu. Apalagi dengan adanya FISIP sekarang, saya kira ke depan orang melihat bukan sekadar alternatif tapi menjadi pilihan utama. Jadi kita akan berkompetisi secara baik dengan FISIP lain yang sudah lama berdiri seperti di UGM dan UI. Bagi saya, yang menggembirakan dengan FISIP UIN adalah dasar-dasar keislamannya itu tadi. Untuk konteks Indonesia saya kira sangat diperlukan, karena umat Islamnya yang mayoritas. Jadi, disukai atau tidak disukai, Islam akan menjadi salah satu elemen pokok dalam perkembangan perpolitikan di Indonesia.

Apakah karena lebih memperhatikan etika berpolitik?
Tak hanya dari segi etika, karena Islam juga memberi perspektif bagaimana politik harus dikembangkan. Orang-orang Islam dan partai Islam cukup banyak. Jadi ada tantangan dan sekaligus kesempatan. 

Bahtiar Effendi Jadi Dekan FISIP UIN Jakarta Pertama

Jakarta - Kiprahnya di luar kampus tidak perlu diragukan lagi, baik sebagai pengamat politik maupun peneliti. Bahkan selama ini dia lebih banyak ‘mengembara’ untuk menyumbangan pemikiran-pemikirannya yang cemerlang guna membangun bangsa.

Kini, sebuah jabatan baru disandangnya. Bahtiar Effendi menjadi dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, sebuah fakultas baru yang didirikan pada 27 Juni lalu.

Tidak tanggung-tanggung, Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat yang menunjuk pria kelahiran Ambarawa 10 Desember 1958 itu untuk memikul tanggung jawab tersebut. Awalnya, Bahtiar hanya ingin menekuni profesinya sebagai dosen. Namun, guru besar UIN tersebut akhirnya bersedia menerima amanah sebagai dekan.

Selama berada di luar kampus, pemikiran Bachtiar banyak muncul di koran-koran, majalah, televisi dan radio. Pria bergelar professor tersebut juga aktif melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah keagamaan, demokrasi, hingga politik.

Hingga kini, tidak kurang 15 buku sudah ditulisnya. Di antaranya adalah Islam and The State In Indonesia (2003) terbitan Institute of Southeast Asian Studies, Singapura. Kemudian buku Teologi Baru Politik Islam (2001). Saat ini, ia tengah menyiapkan dua buku mengenai politik Islam pasca Soeharto dan PPP.

Bachtiar akan memimpin FISIP UIN Jakarta dan menjadi dekan pertama di fakultas tersebut. Ada tiga program studi yang dikembangkan di fakultas itu, yakni Ilmu Politik, Hubungan Internasional, dan Sosiologi. (irw/ape)

sumber : http://www.detiknews.com/read/2009/08/28/002827/1191159/608/bahtiar-effendi-jadi-dekan-fisip-uin-jakarta-pertama