Sabtu, 04 Desember 2010

Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Menlu Marty Natelegawa di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

Ditulis oleh : Ebes (Mahasiswa Hubungan Internasional Semester 5)

Sekilas Tentang Dr. Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa, M.Phil, B.Sc
         
          Dr. Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa, M.Phil, B.Sc dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Maret 1963. Ia telah banyak mengetahui dunia internasional sejak umurnya masih 9 tahun. Setelah lulus dari SD Kris Jakarta, ia disekolahkan di Singapore International School, Singapura pada tahun 1974, namun pindah ke Ellesmere College dan Concord College, Inggris pada tahun 1981. Ia meraih gelar B.Sc di bidang hubungan internasional di London School of Economics and Political ScienceUniversity of London pada tahun 1984. Kemudian meraih Master of Philosophy in International RelationsCorpus Christi College, Cambridge University tahun 1985. Ia juga meraih gelar Doctor on Philosophy in International Relations dari Australian National University, Australia pada 1993.

“A Thousand Friends and Zero Enemies”
          “A Thousand Friends and Zero Enemies” merupakan jargon yang mulai dikenal pada pernyataan pers tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc. Menurut Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc, Indonesia pada tahun-tahun mendatang menjanjikan banyak potensi bagi penguatan posisi di dunia internasional, pada masa tersebut merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mendulang deviden demokratik (democratic deviden). Menurutnya, Bangsa yang mampu memperkuat kontribusinya bagi kawasan terdekatnya, Asia Tenggara, dan, pada saat yang sama, terus meningkatkan kepentingan dan kepedulian globalnya. Oleh karena itu Indonesia harus mampu mewujudkan visinya untuk memiliki seribu sahabat tanpa musuh (“A Thousand Friends and Zero Enemies”).

Masalah-Masalah yang Dihadapi

          Banyak masalah-masalah yang terjadi pada masa kepemimpinan Dr. R.M. Marty M. Natalegawa, M.Phil, B.Sc sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. Seperti, masalah klaim budaya oleh Malaysia, pasir laut dengan Singapura, imigran gelap dengan Australia, kedaulatan dan harga diri bangsa yang dilecehkan sampai masalah RMS di Belanda. Dalam menanggapi masalah-masalah tersebut ia berpendapat Indonesia yang kini merupakan salah satu negara demokrasi besar di dunia harus menghadapi dengan kepala dingin, dengan menunjukkan Indonesia sebagai bangsa yang santun dan bersahabat. Tapi seringkali pendapat tersebut disalah artikan oleh sebagian masyarakat yang menganggapnya sebagai kebijakan yang “Lembek”. Ia dianggap “Lembek” dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi Indonesia di dunia internasional saat ini. Padahal sesuai visinya yang menjadikan Indonesia “A Thousand Friends and Zero Enemies”, Indonesia bisa menghadapi masalah-masalah tersebut tanpa tindakan provokasi terhadap negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar